Model Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren (fund rising)
Pondok Pesantren Khulafaur Rasyidin dalam pengembangan usaha ekonominya mempunyai unit usaha koperasi, pertanian, kantin, dan kiospon.
1. Koperasi
Sistem dan model koperasi yang sudah berjalan sangat se derhana, hanya dikembangkan oleh petugas koperasi. Namun rencana pengembangan dengan sistem tanam saham sudah mulai digalakkan.
2. Pertanian
Sistem pertanian yang dijalankan sementara ini hanya menyewa kan tanah kepada para penggarap tanah. Hal itu dikarenakan terbatasnya sumber daya manusia profesional dan terbatasnya lahan pertanian yang dimiliki pondok.
Program-program Unggulan
1. Takhasus
Fikih
Nahwu dan Saraf
Tahfiz Qur′ān
Tafsir dan Hadis
2. Bahasa Asing
Arab
Inggris
3. Keterampilan
Menjahit
Kaligrafi
4. Olahraga
Sepak Bola, Bola Voli, Karate.
PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
A. Metode Tahfīzul Qur’ān
Setiap pesantren biasanya punya cara atau metode menghafal tersendiri yang diterapkan kepada santrisantrinya. Begitu pun Pesantren Khulafaur Rasyidin. Di sini, anak yang baru masuk tidak boleh langsung menghafal Al-Qur’an sebelum ia mengikuti qiro’ah bin nazar terlebih dahulu. Bin nazar ialah program perbaikan bacaan dari sisi tajwid dan makhraj. “Semua santri harus melewati ini. Lamanya tergantung kemampuan dari masingmasing anak, biasanya ratarata setengah tahun, bahkan ada yang satu tahun. Tujuannya, supaya anakanak tidak salah ketika menghafal. Sebab kalau bacaannya sudah salah, nanti akan sulit dibetulkan,” jelas Ustaz Abdul Wahab al-Hāfiz.
Jika telah mengikuti bin na♂ar dan dinyatakan lulus dalam ujian, barulah seorang santri mulai menghafal. Kemahiran dan ketepatan dalam mengucapkan ayat-ayat Al-Qur’an, akan sangat membantu seorang anak dalam menghafal Al-Qur’an. Waktu untuk menghafal setelah memasuki tahap menghafal, seorang anak wajib menghafal minimal satu halaman yang dilaksanakan setiap habis salat Magrib, untuk kemudian disetor kepada ustaz setiap pagi setelah salat subuh. Juz Al-Qur’an yang pertama kali dihafal adalah juz 30. Ketika seorang anak telah menyelesaikan juz 30, dia harus mengulang juz tersebut dan menghafalnya dengan baik yang dibuktikan dengan kelulusan ujian. Setelah itu ia baru melanjutkan ke juz 1. Begitu lulus ujian, ia dapat melanjutkan ke juz 2. Setelah itu, ia baru bisa meneruskan ke juz selanjutnya. Sistem seperti ini berlaku untuk juzjuz berikutnya.
Jika telah menyelesaikan juz kelima, santri harus me ngulanginya kembali dari juz satu, dan tidak boleh berpindah sebelum menguasai kelima juz itu dengan baik. Hal ini juga berlaku untuk juz 10, 15, 20, dan seterusnya. Dengan ketentuan seperti itu, maka setiap santri wajib melakukan takrir minimal 2,5 lembar sampai 1 juz per hari. Meskipun sistem ini dibuat agar mereka tidak mengalami kesulitan ketika harus mengulang hafalannya kembali, sebagian anak merasa bahwa proses me ngulang inilah yang paling berat dari sekian rangkaian menghafal.
Berikut ini, secara sistematis, 2 metode yang digunakan di Pesantren Tahfiz Al-Qur’an Pondok Pesantren Khulafaur Rasyidin (sebagaimana metode yang sering digunakan pesantren pesantren tahfiz di daerah Jawa). Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut.
1. Metode Bin Nazar
Metode ini dirancang dan dikhususkan bagi para santri yang baru masuk di pesantren. Target bin nazar ini adalah untuk membimbing dan mendidik para santri yang kurang mampu membaca Al-Qur’an atau bahkan buta sama sekali terhadap Al-Qur’an sampai mampu membaca Al-Qur’an dengan tingkat fatihah. Lama belajar dalam metode ini dibatasi sampai dengan satu tahun. Jika dalam waktu satu tahun tersebut seorang santri belum bisa mencapai tingkat fatihah, maka dia belum bisa me lanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, dan harus mengulang lagi dari awal. Sedangkan para santri yang baru masuk namun sudah memiliki dasardasar fatihah dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Metode bin nazar dimaksudkan untuk membimbing dan mendidik para santri yang kurang mampu membaca Al-Qur’an (baik tajwid) atau tidak bisa membaca sama sekali, menjadi santri yang dapat membaca Al-Qur’an. Hal itu dikarenakan tahapantahapan dalam proses pembimbingannya telah sesuai dengan kemampuan masingmasing santri dalam membaca dan mempelajari Al-Qur’an, sehingga dengan tahapan- tahapan tersebut seorang santri mampu mengikutinya sampai kepada tingkat fasahah. Begitu pula dengan batasan waktu yang dibebankan kepada santri. Untuk sampai kepada tingkatan yang paling tinggi dalam metode bin-na♂ar, seorang santri harus dapat menyelesaikan pelajarannya dengan batas waktu belajar maksimal satu tahun. Sistem ini akan membuat para santri semakin giat dan tekun belajar sampai dia benarbenar dapat dinyatakan pantas menyandang predikat mampu membaca Al-Qur’an dengan tingkatan fasahah.
2. Metode Bil Gaib
Metode bil gaib ini dirancang untuk para santri yang ingin menghafal Al-Qur’an dengan syarat harus sudah melalui tingkat- an fasahah, dengan target pencapaian maksimal 3 tahun sudah hafal 30 juz. Pada tahun pertama seorang santri harus sudah menghafal 10 juz, kemudian pada tahun kedua 20 juz, dan pada tahun terakhir sebanyak 30 juz. Namun untuk metode dan target ini, khusus di Pesantren Khulafaur Rasyidin belum bisa dilaksanakan dengan optimal, karena manajemen tahfiz yang ada belum tertata secara baik. Lebih dari itu santri lebih banyak disibukan kegiatan sekolah formal.
Sedangkan sistem pembinaan bagi para santri yang ingin menghafalkan Al-Qur’an, pesantren Khulafaur Rasyisidin meng- gunakan sistem sebagai berikut.
a. Sistem Musy☼fahah, yaitu bertatap muka antara ustaz/ ustazah dan santri, keduanya berhadaphadapan dan saling memperhatikan gerakan bibir ketika membaca ayatayat Al-Qur’an. Dalam praktiknya sistem ini dilakukan dengan cara ustaz/ustazah membaca ayat Al-Qur’an dan santri mendengarkan serta memperhatikan gerakan bibir ustaz/ ustazah, kemudian santri menirukan bacaan itu berulang ulang hingga benar.
b. Sistem Murāja‘ah, yaitu sistem yang dilakukan dengan cara mengulang kembali hafalan yang telah diperoleh sebelum nya, kemudian dibaca dan dipertanggungjawabkan satu per satu secara bergiliran di hadapan ustaz/ustazah. Sistem ini bertujuan untuk mengingat kembali hafalan yang sudah didapatkan oleh para santri agar tidak mudah hilang dan dapat bertahan lama. Sistem ini berlangsung setiap hari di pesantren.
c. Sistem Fasahah, yaitu sistem yang dilakukan dengan cara menyetor hafalan yang sudah didapatkan oleh para santri kepada ustaz/ustazah dalam bentuk kelompok. Masing masing kelompok didasarkan atas perolehan hasil hafalan nya. Kelompok tersebut dibagi menjadi 3. Santrisantri yang hafal juz 30 masuk pada kelompok pertama; santri- santri yang sudah hafal juz 30 dan sedang menghafal juz 1 hingga juz 2 dimasukkan pada kelompok kedua; dan santri- santri yang hafal Al-Qur’an antara juz 3 sampai dengan juz
5 masuk dalam kelompok ketiga. Sistem ini berlangsung seminggu sekali dengan tujuan untuk memantapkan hafalan yang sudah diperoleh oleh para santri sampai pada tingkatan fasih dan lancar.
d. Sistem Mudrasah, dilakukan dengan cara semua santri membaca satu per satu hafalan baru atau lama secara bergiliran dengan membentuk kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5–7 orang, dengan jumlah keseluruhan 5 kelom pok. Sistem ini dilakukan oleh para santri dalam setiap kelompoknya untuk saling memonitor atau mengoreksi hafalan masingmasing santri yang sudah diperolehnya.
Metode bil gaib yang diterapkan kepada para santri yang hafal Al-Qur’an. Pada praktiknya metode ini benar- benar menuntut para santri yang ingin menghafal Al-Qur’an berjuang keras untuk mencapai tingkatan fasih dan lancar. Untuk mencapai tingkat ini seorang santri harus melalui proses dan tahapantahapan pembelajaran yang tidak mudah dengan jangka waktu yang sudah ditentukan. Melalui proses dan tahapan tahapan yang rumit inilah seorang santri akan merasa tertantang untuk terus menghafal sampai benarbenar mampu membaca Al-Qur’an bil-gaib dengan fasih dan lancar, sehingga pantas menyandang predikat hafiz Al-Qur’an.
Dua metode yang digunakan untuk mengajarkan Al Qur’an di atas kebanyakan memacu perkembangan prestasi santri secara individual.
B. Sanad
Untuk mengetahui secara jelas kepada siapa Ustaz Abdul Wahab al-♦āfi♂ menimba ilmu Al-Qur╨an dapat dilihat dari penelusuran sanadnya berikut ini.
1. Allah SWT
2. Jibril
3. Muhammad Rasulullah SAW
4. ‘Usmān bin ‘Affān
5. Abū ‘Abdurrahmān
6. ‘Āsim bin Abī an-Najūd
7. Hafs bin Sulaimān
8. ‘Alī bin Muhammad ‘Ubaid bin a☺-☻abā♥ al-K‼fi
9. Abul-‘Abbās Ahmad Sahl al-Asynānī
10. ‘Alī bin Abī al-♦asan al-Hāsyimī
11. ◘āhir bin ‘Abdul Mun’im
12. Abī ‘Umar ‘U♪mān bin Sa‘īd ad-Dānī
13. Abū Dāwud Sulaimān an-Najāh
14. Abū al-♦usain ‘Alī bin Mu♥ammad bin Huzail
15. Abul Qāsim bin Girah bin Khalq asy-Sy☼•ibī
16. Kamāluddīn Abul ♦asan ‘Alī bin Suj☼’
17. Muhammad bin Ahmad a☺-☻aig
18. ‘Abdurrahmān bin Ahmad
19. Abū al-Khair Muhammad al-Jazarī
20. Abū Na‘īm al-‘Uqbā
21. Zakariyā al-An☺ārī
22. Nāsiruddīn a•-◘ablāwī
23. Syahāzah al-Yumnā
24. Saifuddīn al-Fu○ālī
25. Al-‘Allamah Sultān Amzāhī
26. Muhammad Abū Su‘ūd
27. Ahmad ‘Umar al-Asqati
28. ‘Abdurrahmān as-Syāfi‘ī
29. Ahmad bin ‘Abdurahmān al-Absyihi
30. hasan bin Ahmad al-Awadili
31. Said ‘Antar
32. Yusuf Hajar
33. Munawir alJogjawi
34. Abdul Fatah
35. Abdul Khobir
36. Abdul Wahab
C. Laku/Amalan Santri dalam Proses Tahfiz
Secara khusus pesantren ini tidak mempunyai laku atau amalan khusus, seperti halnya di Pesantren Tahfiz Qur”an di Kudus. Menurut ustaz Abdul Wahab, laku/amalan yang ada, yaitu seluruh santri diminta untuk memperbanyak takri atau mengulang. Karena dengan banyak mengulang diharapkan Allah akan memberikan kemudahan dalam menghafal dan menjaga hafalan. Juga, kepada semua santri diharapkan untuk menjauhi maksiat, menurut sang ustaz, Al-Qur’a adalah cahaya, cahaya itu akan sulit menembus kegelapan yang sangat pekat, yaitu maksiat. Orang yang banyak maksiat akan kesulitan dalam menghafal dan juga menjaga hafalan yang ada. Oleh karena itu amalan yang sangat dianjurkan oleh para ustaz dan ustazah di pesantren ini adalah menjauhi maksiat dan mendekatkan diri kepada Allah (memperbanyak ibadah sunah seperti puasa sunah), serta mem perbanyak takrir.